Sabtu, 21 Februari 2009

Pemilih Ideologis yang Cerdas

Baik buruknya masyarakat atau negara ditentukan oleh dua pilar, pemimpin dan sistem yang dijalankan. Pemimpinnya baik tapi sistemnya buruk tidak akan mengubah keadaan secara mendasar. Sebaliknya, sistemnya baik tapi pemimpin buruk, juga akan membawa kegagalan. Jadi kita membutuhkan dua-duanya, pemimpin yang baik, amanah, dalam sistem yang baik.

Imam al Ghazali menekankan pentingnya dua perkara ini dalam kitabnya al Iqtishad fil I’tiqad. Menurut Imam al Ghazali , agama (ad diin) adalah asas dan pemimpin (as sulthan) adalah penjaga (haaris) . Masyarakat yang tidak didasarkan pada agama akan runtuh , demikian juga kalau tidak ada penjaga (sulthan) masyarakat akan lenyap. Jadi yang dibutuhkan adalah pemimpin dan asas sistem yang berdasarkan agama. Kewajiban memilih pemimpin yang baik tidak bisa dilepaskan dari kewajiban menerapkan sistem yang baik. Kalau pemimpin yang baik tentu saja harus berdasarkan syariah Islam, demikian juga sistem yang baik haruslah juga berdasarkan syariah Islam.


Memilih pemimpin yang justru melanggengkan sistem kufur yang bertentangan dengan syariah Islam justru haram. Atas dasar itulah sebagian masyarakat yang ideologis tidak memilih. Bisa jadi karena mereka melihat tidak ada pemimpin yang layak. Atau mereka melihat, pemimpin yang terpilih akan menjalankan sistem yang bertentangan dengan syariah Islam.

Apakah berarti mereka tidak bertanggung jawab? Justru sikap seperti ini cerminan dari pemilih yang bertanggung jawab. Mereka melihat memilih pemimpin sebaik apapun dia, namun menjalankan sistem yang bertentangan dengan syariah Islam, tidak akan membawa kebaikan bagi masyarakat. Justru akan melanggengkan sistem kufur yang merugikan masyarakat. Tidak memilih dalam kondisi seperti itu merupakan bentuk perlawanan ideologis terhadap sistem kufur yang rusak.

Kita justru harus bersyukur kalau masyarakat semuanya menolak memilih pemimpin yang menjalankan sistem kufur. Sebab, hal itu akan mempercepat tumbangnya sistem kufur. Dengan catatan, masyarakat bersegera menegakkan sistem baru yang berdasarkan syariah Islam dan memilih pemimpin baru yang menjalankan sistem itu.

Yang perlu kita kecam justru yang tidak memilih tapi apatis dan tidak melakukan apa-apa. Pemilih cerdas dan ideologis, tentu tidak hanya berhenti pada sikap selektif untuk memilih. Tapi dengan sungguh-sungguh mempersiapkan dan memperjuangkan sistem baik yang berdasarkan syariah itu bisa terwujud. Upaya sungguh-sungguh untuk mewujudkan kembali sistem Islam justru mencerminkan sikap yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan negara.

Pemilih yang cerdas dalam pandangan Islam haruslah mendasarkan aktifitas politiknya berdasarkan syariah Islam. Bukan semata-mata kepentingan pragmatis atau kemashlahatan yang berdasarkan hawa nafsu. Syariah Islam harus menjadi standar aktivitas politiknya, termasuk ketika melakukan perubahan untuk menegakkan sistem Islam.

Rasulullah SAW telah mencontohkan untuk membangun sistem Islam haruslah melakukan aktivitas politik yang bermuara pada tiga hal: terciptanya kader dakwah, terwujudnya kesadaran masyarakat yang menyadari dan bergerak menuntut perubahan, dan terdapat elit politik strategis (ahlul quwwah) yang mendukung sistem Islam. Ketiga inilah yang menjadi kunci dasar dari perubahan masyarakat.

Dalam rangka itu Rasulullah melakukan aktifitas politik yang menonjol antara lain Membina umat dengan pemikiran dan hukum-hukum Islam sehingga terjadi perubahan pemikiran di tubuh umat. Beliau juga menyerang ide-ide, pemikiran, dan hukum-hukum yang rusak di tengah masyarakat, membongkar kepalsuaannya dan pertentangannya dengan Islam . Dengah demikian umat akan menolak hukum-hukum tersebut dan mengantikannya dengan sistem Islam

Rasulullah SAW juga membongkar kedzaliman dan kebejatan penguasa-penguasa yang ada di tengah-tengah umat. Rasululah menyerang Abu Jahal dan Abu Lahab dengan mengungkap kedzaliman dan penghianatannya terhadap umat. Di samping itu Rasulullah mendatangi elite-elite politik dari berbagai kabilah yang berpengaruh , mengajak mereka masuk Islam dan agar mereka menyerahkan kekuasaan kepada Islam .

Sikap Rasulullah SAW yang menonjol adalah istiqomah (konsisten) memegang mabda’ Islam (prinsip ideologi Islam). Rasulullah SAW tidak mengikuti arus meskipun dibujuk dengan harta, kekuasaan, dan wanita. Rasulullah SAW menolak semua itu karena mensyaratkan pengakuan terhadap sistem kufur yang bertentangan dengan prinsip Islam. Rasulullah SAW mencontohkan bahwa aqidah dan hukum Islam tidak berubah mengikuti kondisi (zaman dan tempat) yang ada. Tapi justru Islamlah yang merubah kondisi yang ada.

Dengan cara itulah hukum-hukum Islam bisa ditegakkan lewat kekuasaan. Walhasil, pemilih yang cerdas juga akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Rasulullah SAW. Sebab hanya dengan mengikuti cara Rasullullah SAW kemenangan akan diraih dan diberkahi Allah SWT.[] farid/www.mediaumat.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar